PENERAPAN 8 FUNGSI KELUARGA DALAM MEMBENTUK KARAKTER POSITIF PADA ANAK

Keluarga sejahtera adalah dambaan bagi setiap individu, akan tetapi banyak faktor yang berpengaruh untuk dapat mencapai kondisi tersebut. Salah satunya adalah bagaimana menerapkan 8 fungsi keluarga. Banyak warga masyarakat yang belum memahami dan bahkan belum mengetahui tentang 8 fungsi keluarga tersebut. Hal ini terbukti dengan banyaknya masalah yang dikeluhkan masyarakat berkaitan dengan permasalahan keluarga. Padahal jika masyarakat dapat menerapkan fungsi-fungsi tersebut, adanya permasalahan keluarga dapat diminimalkan. 

Pembangunan idealnya dimulai dari keluarga oleh karena keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan keluarga merupakan lembaga pertama dan utama untuk menanamkan nilai – nilai luhur kehidupan agar terbentuknya karakter sejak dini (BKKBN, 2019a, 2019b). Apabila pembangunan berbasis keluarga berhasil tentu memberikan dampak kesejahteraan bagi bangsa dan negara (Elmanora, 2015).

Setiap keluarga diharapkan mampu menerapkan 8 fungsi keluarga dengan baik sehingga seluruh anggota keluarga bertumbuh dan berkembang menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, bukan saja dari aspek kognitif tetapi juga dari aspek karakater. Kualitas hidup anggota keluarga dapat dimulai dengan menerapkan setiap indikator dari fungsi keluarga yakni fungsi Agama; Fungsi Sosial Budaya; Fungsi Cinta Kasih; Fungsi Perlindungan; Fungsi Reproduksi; Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan; Fungsi Ekonomi dan Fungsi Lingkungan (Wijayanti & Berdame, 2019). Penerapan delapan fungsi untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga yakni dapat menjalani kehidupan yang baik dimana seseorang merasa puas baik terhadap kegiatan yang dilakukan secara rutinitas dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup maupun hubungan dengan sesamanya dan dengan lingkungan hidupnya.

Kepribadian (personality) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain. Integrasi karakteristik dari struktur, pola tingkahlaku, minat, pendirian, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang (Sjarkawi, 2008). Kepribadian bukan merupakan sesuatu yang statis karena kepribadian memiliki sifat-sifat dinamis yang disebut dinamika kepribadian. Dinamika kepribadian ini berkembang pesat pada diri anak-anak (masa kanak-kanak) karena pada dasarnya mereka masih memiliki pribadi yang belum matang, yaitu masa pembentukan kepribadian. Oleh karena kepribadian memiliki sifat dinamis sehingga pada diri seseorang sering mengalami masalah kepribadian. Masalah kepribadian dapat berupa gangguan dalam pencapaian hubungan harmonis dengan orang lain atau dengan lingkungannya. Beberapa masalah dalam kepribadian seseorang yang sering terjadi misalnya: sifat pemalu, dengki, angkuh, sombong, kasar, melawan aturan dan lainnya. Sebagai sesuatu yang memiliki sifat kedinamisan, maka karakter kepribadian seseorang dapat berubah dan berkembang sampai batas kematangan tertentu. Perkembangannya sejalan dengan perkembangan kemampuan cara berpikir seseorang. Perkembangan kemampuan cara berpikir ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar seseorang yang mengkristal sebagai pengalaman dan hasil belajar. Hasil belajar dan pengalaman inilah yang memberikan warna pada kehidupan seseorang nantinya (Jenny, 2006).

Menurut Ardhana (1985) yang mengemukakan hasil penelitiannya bahwa tindakan amoral di Indonesia saat ini masih saja terjadi, seperti: pemerkosaan, korupsi, kriminalisme dan kekerasan masih saja terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku dan tindakan amoral yang terjadi ini disebabkan oleh moralitas yang rendah. Moralitas yang rendah tentunya disebabkan oleh faktor kepribadian yang bermasalah pada diri individu. Kebobrokan moralitas ini tidak diperbaiki hanya dengan himbauan, pidato, khotbah, sandiwara, seminar, rapat kerja dan lainnya, namun harus dimulai sejak usia dini (0-6 tahun) atau sebelum memasuki sekolah dasar/formal. Perkembangan kepribadian memang pada dasarnya bersifat individual, namun kenyataannya kepribadian itu ternyata dapat ditularkan atau mempengaruhi orang lain. Remaja yang terlahir dari keluarga baik-baik belum tentu setelah dewasa pasti akan menjadi pria dewasa dengan karakter kepribadian yang matang dan positif secara otomatis. Apabila ia bergaul dengan teman-temannya yang berkepribadian negatif seperti: malas, suka melanggar aturan/disiplin, apatis dan suka berbohong tentulah ia akan berpeluang menjadi pribadi berkarakter negatif. Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan mengenai metode-metode pembentukan kepribadian anak yang dapat dijadikan panduan oleh orang tua dan guru sebagai pendidik anak usia dini untuk dapat membentuk anak yang memiliki karakter kepribadian yang positif dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Metode pembentukan kepribadian positif anak usia dini Beberapa metode atau cara yang dapat dilakukan oleh orangtua dan guru pendidik anak usia dini dalam rangka membuat landasan pribadi yang positif pada diri anak dapat dilakukan dengan beberapa metoda atau cara, antara lain: 

1) Mengajarkan anak dengan contoh yang kongkret Apabila kita ingin mengajarkan kedisiplinan atau kemandirian sangat sulit apabila kita menjelaskan kepada anak kita mengenai bentuk perilaku tersebut. Oleh karena sifatnya yang abstrak tentunya anak belum sampai pada tahap pemahaman level abstrak tersebut. Berilah contoh kongkret seperti, apabila kita ingin mengajarkan kebersihan pada anak maka ajarkanlah tatacara mandi dengan benar pada anak saat di kamar mandi dengan mempraktekkan cara mandi kita kepada anak. 

2) Tidak bosan-bosan memberikan nasihat positif Sebagai guru dan orang tua sudah tugas kita untuk mengajarkan sifat dan nilai-nilai positif pada anak. Akan tetapi, seringkali banyak guru yang akhirnya pesimis ketika mendapati anak atau anak didiknya yang memiliki kepribadian yang bermasalah. Oleh karena itu penulis mengajak orang tua dan guru untuk tidak bosan-bosannya memberikan nasihat yang sama namun dengan kata-kata, tempat, intonasi, kondisi dan cara yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan maksud agar anak tidak jenuh mendengar nasihat kita dan akan berpikir negatif tentang kita (contoh: ibu cerewet,bawel,dll). 

3) Mengajarkan anak untuk mengendalikan emosinya Manusia dilahirkan pasti memiliki emosi. Ada emosi positif dan juga emosi negatif. Emosi positif apabila ditunjukkan akan membuat orang disekitar kita akan menjadi senang dan bahagia. Akan tetapi apabila emosi negatif terutama amarah, apabila ditunjukkan tentunya akan membuat orang lain menjadi takut, menjauh, atau bahkan akan menjadi konflik. Oleh karena itu ajarkan anak untuk mengalihkan amarahnya dengan jalan relaksasi, menarik nafas panjang, menghindari situasi yang membuatnya marah, atau melakukan kesukaannya ketika ia akan marah. 

4) Menerapkan program Hukuman dan Hadiah Apabila anak bersalah maka berilah hukuman dengan segera dan sesuaikan dengan tingkat kesalahannya. Selain itu juga kita harus konsisten dalam pemberian hukuman dan hukuman tidak boleh dalam bentuk fisik (pukul, tendang, cakar, terjang dan lainnya). Berilah hukuman dengan cara menunda atau tidak memberikan kesenangan anak, misalnya: hari ini tidak boleh main sore hari karena tidak membuat PR, tidak boleh menonton TV, atau menunda acara rekreasi keluarga yang telah dijanjikan. Begitu pula dengan pemberian hadiah, harus terencana, konsisten, adil dan disesuaikan dengan usia anak. 

5) Memperkenalkan Tuhan dan agama sejak kecil Memperkenalkan Tuhan dan agama sejak kecil terbukti sebagai salah satu cara ampuh untuk membentuk karakter anak. Dengan ajaran agama anak menjadi tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta apa akibatnya kelak jika kita melanggar ajaran agama. 

6) Menjadi model pribadi yang positif Sebagai orang tua dan guru kita juga tidak henti-hentinya untuk belajar mengendalikan diri dan perilaku kita. Kita jangan hanya menuntut anak berperilaku baik akan tetapi kita juga harus menjadi contoh nyata dalam berperilaku baik. Anak adalah peniru maka ia akan mencontoh segala perilaku, ucapan, sikap dan cara berpikir kita. 

7) Mengawasi pergaulan anak Masa kanak-kanak adalah masa bermain. Bermain tidak hanya di rumah namun juga di luar rumah (seperti: sekolah dan di lingkungan rumah). Perlu sesekali kita memperhatikan dengan siapa anak kita bermain? Terkadang pergaulan yang salah membuat anak kita menjadi pribadi yang bermasalah, seperti: cara bicara yang kurang sopan, perilaku yang kurang pantas, dan sikap serta cara pemikiran yang negatif terhadap situasi dan lingkungan sosialnya. 

8) Mengawasi tontonan anak Dengan televisi kita dapat terhibur, belajar pengetahuan baru, mendapatkan informasi terbaru dan berita terbaru. Akan tetapi tidak semuanya boleh untuk diterima anak, seperti: sinetron, acara gosip, dan film-film dewasa atau film kekerasan tentunya akan membawa dampak negatif bagi anak kita. 

9) Mengawasi teknologi internet dari anak Internet bukan lagi menjadi barang baru dan sukar untuk diperoleh. Kecanggihan komputer dan telepon genggam dapat dengan mudah mengakses internet. Harga telepon genggam pun sudah terbilang murah, sehingga banyak orang tua yang telah membelikan HP kepada anak mereka. Hal ini harus diawasi, ketika anak yang pandai dapat mengakses internet maka tidak mungkin anak tersebut akan mengakses gambar pornografi, pornoaksi, kekerasan, dan juga sekarang banyak yang kecanduan main game lewat internet. Penulis merasa anak usia dini belum perlu diberikan telepon genggam dan komputer yang dapat mengakses internet.

Saat ini perkembangan peradaban bangsa Indonesia masih diwarnai dengan perilaku-perilaku moral yang negatif. Semakin banyaknya kasus korupsi, kasus kekerasan dan kasus kriminal menunjukkan perilaku yang amoral. Perilaku ini adalah hasil dari kepribadian seseorang. Oleh karena itu pendidikan kepribadian baik di rumah maupun disekolah perlu agar lebih diintensifkan lagi. Beberapa metode yang dapat dilakukan oleh orangtua dan guru dalam rangka membuat landasan pribadi yang positif pada diri anak dapat dilakukan dengan beberapa metoda atau cara, antara lain: mengajarkan anak dengan contoh yang kongkret, tidak bosan- bosan memberikan nasihat positif, mengajarkan anak untuk mengendalikan emosinya, menerapkan program hukuman dan hadiah, memperkenalkan Tuhan dan agama sejak kecil, menjadi model pribadi yang positif, mengawasi pergaulan anak, mengawasi tontonan anak dan mengawasi teknologi internet untuk anak. Diharapkan dengan metode-metode ini dapat menjadi acuan bagi orangtua dan guru dalam membentuk anak usia dini yang memiliki karakter kepribadian yang positif.

 

REFERENSI

Ardhana W. 1985. Keefektifan Pendidikan Moral berdasarkan Beberapa Bukti Empirik. Makalah dibacakan pada pidato Lektorat di Depan Sidang Senat Terbuka FIP IKIP Malang. Malang, 24 Agustus 1985.

BKKBN. (2019a). Pusat penelitian KB – KS. Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program Kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga tahun 2018. Jakarta.

Elmanora, H.D., Muflikhati, I. (2015). Kesejahteraan keluarga dan kualitas lingkungan pengasuhan pada anak usia prasekolah. Jur. Ilm. Kel. & Kons., 8(2): 96-105.

Jenny Gichara. 2006. Mengatasi Perilaku Buruk Anak. Jakarta: Kawan Pustaka.

Sjarkawi. 2008. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Wijayanti, U., & Berdame, D. (2019). Implementasi Delapan Fungsi Keluarga di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Komunikasi, 11(1), 15-29. doi:http://dx.doi.org/10.24912/jk. v11i1.2475

 

Fathul Suprihadi, S.Tr.T

PKB Ahli Pertama, Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah

___

Tulisan ini merupakan artikel terpilih dalam Ajakan Menulis Artikel Orang Tua Hebat dengan tema “Dimulai dari Keluarga, Bentuk Karakter Positif Anak” yang diselenggarakan oleh  Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN (2024).

Bagaimana Reaksi anda Tentang Konten Ini?
+1
5
+1
0
+1
0
Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Newsletter Subscribe

Dapatkan Update Terbaru Kami Melalui Email

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x