KTD Remaja Berisiko Lahirkan Anak Stunting

Ilustrasi KTD pada Film Dua Garis Biru
Ilustrasi KTD pada Film Dua Garis Biru

Hamil merupakan peristiwa yang diinginkan oleh setiap pasangan calon suami istri. Atau oleh suami istri yang belum dikaruniai momongan atau anak. Anak juga diinginkan oleh pasangan usia subur (PUS) yang ingin menambah anak lagi. Pendek kata, anak sangat dibutuhkan atau sangat ditunggu-tunggu kehadirannya oleh pasangan suami istri. Sangat bahagia rasanya ketika si kecil hadir ke tengah-tengah keluarga kita. Tangis dan tawanya seakan menjadi  hiburan saat penantian panjang menjadi Ibu dan Ayah bagi si kecil. Karena anak sangat diinginkan oleh pasangan suami istri maka kehamilan menjadi peristiwa penting dan utama dalam hidup sebuah keluarga.

Kesiapan Menjadi Ibu

            Masih sedikit remaja yang memahami kesiapan menjadi Ibu.  Jangankan menjadi Ibu, memahami eksistensi dirinya saja masih terbatas remaja yang mengetahuinya. Hal ini pernah terungkap saat Festival Genre dengan tema, “Pencegahan Stunting dari Hulu” yang dilaksanakan pada hari Selasa, 30 Agustus 2022. Saat itu, Ibu Puan Maharani menunjuk acak remaja yang hadir. Salah satunya ditanya tentang kesiapan mengisi masa remaja dan usia menikah, remaja tersebut ternyata belum bisa menjawab tuntas. Karena itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G. (K) menyampaikan pesannya, “Festival GenRe yang dihadiri oleh 1000 orang remaja di Bali ini terdiri dari remaja perwakilan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), Forum Genre Indonesia  dan Forum Anak, diharapkan dapat mengedukasi remaja agar dapat menerapkan usia menikah ideal dalam kehidupan dan dapat menjadi media untuk menyebarluaskan edukasi terkait penyiapan berkeluarga agar remaja mengetahui apa saja kesiapan sebelum menikah, agar remaja dapat menciptakan keluarga Bahagia dan sejahtera“, pesan dr. Hasto.

Dengan demikian, kesiapan menjadi Ibu haruslah didahului oleh kesiapan memahami dirinya sendiri. Terutama memahami kesehatan reproduksinya. Yang dimaksud dengan kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural. Sebuah kasus yang terjadi di Bali, sekitar bulan Oktober 2022 dapat menjadi referensi dan pengingat buat para remaja dan para orang tua tentang betapa perlunya remaja memahami kesehatan reproduksinya. Tentang betapa pentingnya berkomunikasi dialogis dengan anak remajanya.

KTD dan Stunting

Sebut saja namanya Bunga. Kebetulan Bunga bertetangga dengan penulis di kampung halaman. Dia adalah remaja perempuan yang masih duduk di kelas 2 SMA. Cukup dinamis dan suka menari. Nilai akademisnya juga bagus. Tetapi, apa mau dikata, Bunga ketahuan hamil atau KTD. Saat artikel ini penulis buat, bayi yang dilahirkan masih mendapatkan perawatan medis di sebuah rumah sakit. Apakah Bunga merupakan keluarga berisiko stunting? Apakah anak yang dilahirkan juga berisiko stunting? Mari kita mulai dengan definisi stunting. Menurut WHO (2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Pengertian stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-score kurang dari -2.00 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3.00. SD (severely stunted). Menurut BKKBN, stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1000 hari pertama kehidupan yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak. Secara normatif, Perpres 72 Tahun 2021 mendefinisikan stunting sebagai berikut: “Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan”.

Dari beberapa definisi di atas dapat kita tarik unsur-unsur dari bayi atau balita stunting, sebagai berikut : 1) terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan terutama pada 1000 HPK, terhambatnya perkembangan otak anak. 2) kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. 3) Panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yaitu dengan nilai z-score kurang dari -2.00 SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3.00. SD (severely stunted). Pada kasus Bunga di atas, kita bisa melihatnya dari 1000 HPK, asupan gizi dan pertumbuhan dan perkembangannya. Karena sifatnya KTD kita meyakini, anak bunga tersebut tidak mendapatkan asupan gizi yang baik selama kehamilan. Tidak juga mendapatkan kasih sayang dari Ibu yang mengandungnya. Semua serba “terpaksa”. Terpaksa melahirkan. Terpaksa merawat. Terpaksa menjadi Ibu. Bahkan terpaksa menanggung beban mental yang tidak kecil. Artinya, bayi tersebut adalah anak yang “tidak” diharapkan lahir. Miris memang. Tetapi sebagai bahan edukasi kespro (kesehatan reproduksi) remaja, kasus ini bisa menjadi bacaan menarik dan memiliki daya ungkit akan pentingnya upaya advokasi/KIE bagi pengelola dan pelaksana program Bangga Kencana, terutama di lini depan dalam menyelamatkan remaja dari kehamilan tidak diinginkan (KTD).

Menurut berita yang dirilis oleh Kompas.com – 03/08/2022, 13:05 WIB dengan judul “Kehamilan Tak Direncanakan di Indonesia Naik 40 Persen, Berisiko Tingkatkan Stunting“, memberikan penguatan bahwa KTD umumnya dan khususnya KTD remaja sedapat mungkin harus dihindari, karena berisiko tingkatkan stunting. Atau harus dimulai dengan kehamilan yang sehat, kehamilan yang direncanakan.

Lebih lanjut berita pada Kompas.com tersebut dinyatakan, bahwa prevalensi kehamilan tidak diinginkan di Indonesia meningkat, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ingatkan waspadai risiko stunting. Berdasarkan data Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan estabillity tahun 2022, isu kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2019 yakni sebanyak 40 persen. Jumlah tersebut mendekati angka kehamilan yang tidak diinginkan di dunia sebesar 60 persen. Temuan United Nations Fund for Population Activities (UNFPA), sebanyak 121 juta kehamilan yang terjadi setiap tahun di dunia merupakan kehamilan tidak direncanakan. Di mana angka 121 juta kasus kehamilan tak direncanakan itu merupakan 60 persen dari jumlah kehamilan dunia.

Data-data tersebut diungkapkan dalam acara Peluncuran Laporan Situasi Kependudukan Dunia (State of World Population/SWOP) di Bogor, Jumat (29/7/2022). Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Bonivasius Prasetya Ichtiarto mengatakan, prevalensi kehamilan yang tidak direncanakan di Indonesia saat ini cukup tinggi, meskipun masih di bawah angka kasus global. “Walaupun lebih sedikit, tapi 40 persen juga angka yang besar. Indonesia sendiri berdasarkan data WHO terdapat 200 juta kehamilan per tahun di mana sebanyak 75 juta kehamilan atau 30 persen di antaranya merupakan kehamilan yang tidak diinginkan,” kata Boni. Angka prevalensi kasus kehamilan yang tidak direncanakan di Indonesia ini membuat banyak pihak khawatir. Pasalnya, salah satu risiko dari kehamilan yang tidak direncanakan adalah anak yang dilahirkan mengalami stunting. Sekali lagi, kita memerlukan komitmen pada setiap remaja, calon ibu, agar setiap kehamilan hendaknya kehamilan yang direncanakan. Sehingga kehamilannya adalah kehamilan sehat, agar anak yang akan lahir tidak stunting.

Sumber: 

  1. [BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (1 September 2022). Hadiri Festival Genre, Ketua DPR RI: Gen Z adalah Titik Awal Kejayaan Indonesia. https://www.bkkbn.go.id/ (diakses 10 Januari 2023).
  2. [BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2018). Buku Saku: Menjadi Orang Tua Hebat Melalui Pengasuhan 1000 HPK. Jakarta: BKKBN.
  3. [Kemkominfo] Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2021). Komunikasi Stunting: Strategi dan Aksi. Jakarta: Kemkominfo.
  4. Ida Nur Laila. (2008). Smart Parents: Menyayangi Anak Sepenuh Hati. Surakarta: Era Intermedia.
  5. Pranita, E. (3 Agustus 2022). Kehamilan Tak Direncanakan di Indonesia Naik 40 Persen, Berisiko Tingkatkan Stunting. https://www.kompas.com/ (diakses 12 Januari 2023).
Profil Penulis
POTO Dewa Suka_Bali - Dewa Suka

I Dewa Made Suka, SH., M.Pd.H
Widyaiswara Ahli Madya, Perwakilan BKKBN Provinsi Bali

Tulisan ini merupakan artikel terpilih dalam Ajakan Menulis Artikel Orang Tua Hebat dengan tema “Kehamilan Sehat vs Kehamilan Berisiko Stunting” yang diselenggarakan oleh Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN (2023). 

 

Bagaimana Reaksi anda Tentang Konten Ini?
+1
6
+1
1
+1
0
Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Newsletter Subscribe

Dapatkan Update Terbaru Kami Melalui Email

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x