Abai Hak Anak, Stunting Menanti

artikel1

Pendahuluan

Bulan Oktober tahun 2022 merupakan bulan bersejarah bagi penulis. Saat itu penulis ditugaskan pimpinan untuk menjadi pembicara dalam forum akademis yang melibatkan perguruan tinggi (PT) dan masyarakat. Kesempatan emas ini tidak penulis sia-siakan. Penulis berharap bisa menyampaikan pengetahuan ter-up date dengan komunikasi asertif dan persuasif, agar bisa memberikan  informasi penting dan berguna buat masyarakat, dan saat bersamaan mengajak masyarakat melakukan perubahan perilaku, menuju perilaku yang lebih baik.

Nama kegiatan saat itu cukup bergengsi, yaitu “Economy Social Care (ESC)” dengan tema “Small Action Can Make A Big Impact”. Penyelenggaranya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (BEM-FEB) Universitas Pendidikan Nasional (UNDIKNAS) Denpasar. Kegiatan ESC itu bertempat di Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Ketua Panitia saat itu adalah Eva, salah satu mahasiswa dan pengurus BEM UNDIKNAS. Dalam sambutan pembuka, Eva menyatakan bahwa hari itu, tema yang diangkat adalah tentang STUNTING, salah satu tema yang belakangan menjadi populer.

Pengertian Stunting

Benar yang dikatakan Eva, Stunting begitu sangat populer. Hampir semua elemen bangsa berbicara Stunting. Di ruang politik, di DPR, DPRD banyak politisi berbicara stunting. Di ruang birokrasi baik di pusat maupun di provinsi, kabupaten, kecamatan sampai kelurahan dan desa berbicara stunting. Kementerian, departemen, lembaga juga berbicara stunting. Pun demikian dengan TNI Polri, juga berbicara stunting. Bahkan jelang Hari Keluarga Nasional 29 Juni 2021 dunia akademis juga terpapar istilah stunting, sehingga 100 Profesor berbicara stunting dalam berbagai webinar ataupun workshop. Dunia mahasiswa menjadikan kuliah kerja nyata (KKN) mereka menjadi satu paket dengan stunting, menjadi KKN Tematik Stunting. Lalu, apakah stunting itu ?

Badan Kesehatan Dunia atau WHO mendefinisikan stunting sebagai kegagalan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat asupan gizi kurang dalam waktu lama, penyakit infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak cukup. Menurut Kemenkes, stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat kurangnya akumulasi kecukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Sedangkan BKKBN mendefinisikan Stunting adalah kekurangan gizi pada bayi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang berlangsung lama dan menyebabkan terhambatnya perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

Adapun ciri-ciri anak stunting dikutip dari klikdokter.com adalah : Pertama. Bertubuh Pendek. Tanda anak stunting bisa dilihat dari perawakan tubuhnya yang cenderung pendek. Hal ini dapat mudah dilihat dan dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Kendati demikian, orangtua mesti tahu bahwa tidak setiap anak dengan tubuh pendek pasti mengalami stunting. Stunting pasti pendek, pendek belum tentu stunting. Kedua. Sering Sakit. Salah satu indikator stunting adalah menurunnya fungsi kekebalan tubuh akibat kurangnya nutrisi dalam waktu berkepanjangan. Anak yang punya kekebalan tubuh rendah akan lebih sering sakit, yang biasanya diakibatkan oleh penyakit infeksi, contohnya anak sering demam, muntah, diare, dan lainnya. Ketiga. Menurunnya Kemampuan Kognitif. Penurunan kemampuan kognitif menjadi salah satu ciri anak stunting yang paling mengkhawatirkan. Penurunan kognitif anak, yang ditandai dengan IQ rendah bahkan hingga dikategorikan retardasi mental ditandai dari adanya hambatan dalam perkembangan anak. Sebagai contoh, anak belum mampu mengucap kata di usia 2 tahun, atau belum bisa makan sendiri di usia 1 tahun. Keempat. Gangguan Endokrin. Anak stunting bisa mengalami gangguan sistem endokrin tubuh yang memengaruhi metabolisme lemak. Hal tersebut dapat membuat anak stunting cenderung lebih mudah gemuk akibat metabolisme lemak yang terganggu. Kelima. Berat Badan Cenderung Berkurang. Kekurangan gizi tentu membuat berat badan anak susah naik dan mudah turun. Tinggi badan yang normal pun sulit dicapai. Dokter Theresia Rina Yunita menjelaskan, “Stunting adalah kondisi perawakan tubuh anak pendek akibat kekurangan gizi yang bersifat kronis atau jangka panjang. Nah, stunting ditandai dengan kondisi awal berupa berat badan anak tidak bertambah atau malah turun, yang lama-lama memengaruhi tinggi badan.” Keenam. Wajah Lebih Muda dari Anak seusianya, karena pertumbuhan anak yang lebih lambat dibandingkan teman sepantarannya.  Ketujuh, Anak Lebih Pendiam. Anak yang mengalami stunting jarang melakukan kontak mata dengan orang di sekitarnya. Ini kemungkinan karena anak menjadi minder akibat tumbuh kembangnya berbeda dengan anak seusianya. Kedelapan, Telat Menstruasi. Karena tumbuh kembangnya melambat, masa pubertas anak perempuan yang mengalami stunting juga melambat. Kesembilan. Pertumbuhan Gigi cendrung terlambat. Karena tumbuh kembang yang melambat, akan mencakup juga pertumbuhan giginya yang akan lebih lambat dibandingkan anak seusianya.

Hak-hak anak

Sebagaimana orang dewasa, anak-anak pun memiliki hak. Anak memiliki hak saat di rumah. Anak memiliki hak saat di sekolah. Anak juga memiliki hak ketika di masyarakat. Tetapi banyak budaya, orang tua, guru dan masyarakat terkadang menyebabkan hilangnya hak anak. Saat orangtua mengabaikan hak anak tersebut baik karena kemiskinan, kesibukan ataupun karena ketidaktahuan, langsung ataupun tidak langsung orangtua telah menelantarkan anak mereka. Seorang anak dikatakan terlantar apabila anak tersebut tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Salah satu kebutuhan dasar yang menjadi hak anak adalah mendapatkan makanan sehat bergizi seimbang. Bila ini tidak terpenuhi dalam jangka panjang maka secara tidak langsung telah terjadi penelantaran anak yang akibatnya akan membuat keluarga dan anak tersebut berisiko stunting. Anak stunting akan mengalami serba keterbatasan dalam hidupnya, dalam pendidikannya, pekerjaannya dan dalam kariernya. Karena itu PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengesahkan Convention On The Rights of The Child atau Konvensi Hak Anak yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak-hak anak di seluruh dunia, pada tanggal 20 November 1989. Indonesia menandatangani dokumen tersebut pada tahun 1996.

Menurut Konvensi tersebut yang telah di tulis di www.kompas.com (2022), Hak anak dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu pertama, hak kelangsungan hidup. Artinya setiap anak memiliki hak untuk mempertahankan hidup, mengetahui tentang keluarga dan identitas dirinya serta berhak mendapatkan standar kesehatan dan perawatan yang baik. Kedua, hak perlindungan. Artinya, tiap anak berhak mendapatkan perlindungan diri dari kekerasan, penelantaran, eksploitasi dan diskriminasi. Ketiga, hak tumbuh kembang. Artinya, anak berhak mendapatkan asupan makanan yang bergizi serta berhak mendapatkan pendidikan yang baik termasuk hak untuk bermain dan beristirahat. Keempat, hak berpartisipasi. Artinya anak berhak mengemukakan pendapat sesuai kehidupannya, anak juga berhak atas informasi sesuai dengan usianya.

Penutup

Pengalaman menjadi pembicara bertema stunting di akar rumput sangat mengesankan, banyak pertanyaan dan curah pendapat dari ibu-ibu PKK yang memperkaya wawasan penulis. Sederhananya, tidak ada satupun ibu yang tidak sayang anak mereka, tapi terkadang cara yang digunakan keliru dan perlu diluruskan. Namun, mereka sepakat untuk cegah stunting sejak dini, agar lahir generasi penerus bangsa, karena anak-anak sekarang adalah penerima estafet kepemimpinan di masa depan. Menurut mereka,  salah satu caranya adalah dengan menebar kasih sayang dan  kebaikan kepada anak dalam koridor sosio psikologis, seperti kata-kata mutiara berikut : “Kebaikan seorang ayah lebih tinggi dari gunung, dan kebaikan seorang ibu lebih dalam dari lautan.” Hampir semua kebaikan Ayah Bunda adalah untuk si buah hati tercinta. Aminn…

Daftar Pustaka

  1. Faisah Betty Rahayuningsih, et.al, Bunga Rampai Stunting, 2022. Nuta Media, Yogyakarta.
  2. Materi Workshop Bangga Kencana Bagi PLKB Non ASN. 2023
  3. www.klikdokter.com
  4. www.kompas.com

Profil Penulis

I DewaI Dewa Made Suka, SH., M.Pd.H
Widyaiswara Ahli Madya
Perwakilan BKKBN Provinsi Bali

___

Tulisan ini merupakan artikel terpilih dalam Ajakan Menulis Artikel Orang Tua Hebat dengan tema “Penelantaran Anak dan Stunting” yang diselenggarakan oleh Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN (2023).

Bagaimana Reaksi anda Tentang Konten Ini?
+1
4
+1
0
+1
1
Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Newsletter Subscribe

Dapatkan Update Terbaru Kami Melalui Email

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x