Pernah melihat bapak-bapak menggendong atau memangku anaknya sambil merokok? Atau pernahkah merasa terganggu oleh asaprokok tapi sungkan untuk menegur orang yang merokok?
Saya sering melihat kejadian tersebut. Orang yang merokok disebut perokok pasif, sedangkan orang yang tidak merokok tetapi terpapar asap rokok secara langsung disebut perokok pasif. Kesadaran bahwa asap rokok pun berbahaya belum dimiliki oleh setiap orang. Para perokok berpikir bahwa bahaya merokok hanya akan berdampak pada diri mereka sendiri sehingga seenaknya merokok dimana saja.
WHO (2019) menyatakan di tingkat global, lebih dari 22.000 orang meninggal dunia karena penggunaan tembakau (perokok aktif) atau terpapar rokok (perokok pasif) setiap harinya, yaitu 1 orang meninggal dalam 4 detik setiap harinya. Dalam tahunan, WHO (2022) menyebutkan bahwa tembakau (rokok) membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahunnya. Lebih dari 7 juta kematian tersebut memang merupakan akibat dari penggunaan tembakau langsung atau perokok aktif. Sedangkan 1,2 juta kematian diakibatkan oleh perokok pasif.
Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia yang berbahaya. 250 bahan tersebut mengandung racun dan menyebabkan kanker. Sedangkan bahan kimia lainnya juga menyebabkan penyakit lainnya yang membahayakan baik perokok maupun orang yang terpapar asap rokok.
Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh rokok, yaitu: serangan jantung, stroke dan penyakit kardiovaskular lainnya, kanker mulut dan penyakit mulut lainnya, kanker tenggorokan, kanker lainnya, kematian janin, lambatnya pertumbuhan janin, berat kelahiran yang rendah dan lahir prematur.
Sementara itu, penyakit yang diakibatkan oleh asap rokok berhubungan langsung dengan paru-paru dan menyerang sistem pernafasan. Penyakit tersebut yaitu: kanker paru-paru, asma, penyakit paru obstruktif kronis, tuberkulosis, penyakit pernafasan lainnya dan menurunnya fungsi paru, diabetes tipe 2, dementia, menurunnya tingkat kesuburan pada laki-laki dan perempuan, disfungsi ereksi, sindrom kematian bayi mendadak, gejala menstruasi yang menyakitkan dan gejala menopause yang lebih parah, kelainan penglihatan, kehilangan pendengaran, penyakit saluran cerna, melemahnya sistem kekebalan tubuh, tulang yang lemah dan kerusakan kulit.
Apakah bahaya rokok hanya terbatas pada perokok aktif dan perokok pasif?
Tentu saja tidak. Saya akan mengajak ayah dan bunda berkenalan dengan istilah Third-hand Smoke (THS) atau dalam bahasa Indonesia perokok ketiga. THS adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sisa kontaminasi dari asap tembakau yang tertinggal di ruangan lama setelah rokok berhenti dan tertinggal di pakaian kita setelah kita meninggalkan tempat berasap. Mungkin ayah dan bunda akan mengenali THS ini sebagai bau menyengat. Tetapi, sejatinya bau tersebut juga menandakan bahwa terdapat sisa (residu) tembakau dari rokok yang mengandung bahan berbahaya dan sangat beracun. Residu tersebut menempel pada rumah, pakaian bahkan rambut. Pada rumah, residu tersebut akan menempel pada dinding, langit-langit rumah, karpet, gorden, lantai bahkan debu yang terdapat didalam ruangan. Para peneliti di Departemen Psikologi San Diego State University bahkan menemukan bahwa rumah mantan perokok tetap tercemar oleh THS hingga 6 bulan setelah penghuninya berhenti merokok. Tentu saja hal ini sangat berbahaya terutama bagi bayi dan balita kita sebagai kelompok yang paling rentan terhadap paparan rokok.
Bayangkan jika asap rokok tersebut terhirup oleh bayi dan balita kita yang masih dalam proses tumbuh kembang dengan daya tahan tubuh yang belum sempurna dan sekuat orang dewasa. Paparan bahan kimia, Asetaldehida, yang ada dalam asap rokok meningkatkan penyerapan bahan kimia berbahaya ke dalam saluran pernafasan. Pada bayi dan Balita, hal tersebut sangat beresiko mengakibatkan munculnya gejala Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
ISPA merupakan 1 dari 10 penyakit teratas yang menyerang bayi dan balita di negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada Pertemuan Integrasi Evaluasi, Validasi Data dan Perencanaan Direktorat P2PML tahun 2021, disampaikan bahwa Penyakit ISPA, khususnya Pneumonia masih menjadi penyebab kematian terbesar pada bayi dan balita. Pada tahun 2012 diperkirakan lebih dari 1,1 juta balita meninggal karena pneumonia (2 balita/menit) dari 6,5 juta total kematian balita. Data Riskesdes (2007) menyebutkan bahwa pneumonia menjadi penyebab terbesar kedua kematian bayi (23,8%) dan Balita (15,5%).
ISPA terbagi menjadi dua, yaitu infeksi saluran pernafasan atas (infeksi pada hidung, tenggorokan dan sinus) dan infeksi saluran pernafasan bawah (infeksi pada bronkus serta paru-paru). Gejala ISPA pada anak seperti hidung tersumbat, sakit tenggorokan, sakit kepala, sesak nafas, bersin-bersin hingga kehilangan nafsu makan akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan Balita pada periode emasnya. Balita yang mengalami ISPA seringkali kehilangan nafsu makan sehingga berpengaruh pada asupan nutrisi dan berat badan.
Pada infeksi saluran pernafasan bawah, mungkin terjadi infeksi yang lebih berat dan kronik, misalnya infeksi gastrointestinal kronik (ditandai dengan diare) dan pneumonia (radang paru) yang mengganggu tumbuh kembang Balita. Infeksi tersebut juga dapat mengganggu absorpsi (penyerapan) nutrisi di usus. Efek jangka panjang ISPA pada Balita yang kronik dapat berujung pada stunting. Salah satu jurnal pada Journal of Nutrition College tahun 2020 yang mempelajari kaitan stunting dengan frekuensi dan durasi penyakit infeksi pada anak di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul menyimpulkan pada 30% anak yang menderita stunting, 21% memiliki riwayat ISPA, 31% memiliki riwayat diare dan 12% memiliki riwayat pneumonia dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.
Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa rokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga bagi orang-orang yang terpapar asap rokok dan bahkan asapnya yang mengandung racun akan menempel pada rumah dan pakaian dalam waktu lama. Dampak langsung paparan asap rokok yang seringkali menyebabkan ISPA pada Balita terkadang kita abaikan. Padahal ISPA yang ringan pun dapat menjadi salah satu penyebab buah hati kita kehilangan nafsu makan yang mengakibatkan kondisi malnutrisi pada Balita. Balita yang sering sakit juga akan menghambat perkembangan dan pertumbuhannya. Paparan rokok dalam jangka waktu lama bahkan dapat menyebabkan penyakit kronis yang secara langsung mengakibatkan stunting pada Balita.
Untuk itu, mari ayah dan bunda, kita dukung pertumbuhan dan perkembangan Balita kita dengan melindungi mereka dari paparan rokok. Bukankah lebih baik kita membelanjakan uang kita untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan gizi Balita dan keluarga kita daripada untuk membeli rokok yang sudah pasti akan meracuni kita sekeluarga?!
Referensi:
- WHO (2019). Second-hand smoke. In: WHO training package for the health sector: children’s health and the environment. Geneva: World Health Organization.
- Naza Tsasbita Hayuning Adila (2021). Hubungan Infeksi Saluran Pernafasan Akut dengan Kejadian Stunting. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. Volume 10 Nomor 1 Juni 2021, https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i1.605.
- Human transport of thirdhand tobacco smoke: A prominent source of hazardous air pollutans into indoor nonsmoking environments. Diakses pada 18 Juni 2023.
- Thirdhand Smoke Harms People Even After Smoking Stops: Protect Yourself and Your Loved Ones. Diakses pada 18 Juni 2023
- Febianne Eldrian, dkk (2021). Relationship of History of Infectious Diseases with the Incidence of Stunting in Toddlers at the Cipadung Health Center, Bandung City. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo. Vol. 9 No. 1 April 2023.
- Dampak ISPA pada Perkembangan Anak. Diakses pada 18 Juni 2023.
- Pertemuan Integrasi Evaluasi, Validasi Data dan Perencanaan Direktorat P2PML. Diakses pada 18 Juni 2023.
Profil Penulis,
Nofi Arianto, S.Pd
Penyuluh Keluarga Berencana
Perwakilan BKKBN Provinsi Kalimantan Barat
___
Tulisan ini merupakan artikel terpilih dalam Ajakan Menulis Artikel Orang Tua Hebat dengan tema “ISPA dan Bahaya Rokok Pada Balita” yang diselenggarakan oleh Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN (2023).
berapa lama durasi terpapar asap rokok yang paling beresiko terkena ISPA pada balita