Tulisan ini merupakan cerita yang terjadi pada istri saya ketika anak pertama kali terlahir. Ya, istri saya mengalami Baby Blues Syndrome. Beberapa hari setelah melahirkan, saya mendapati istri saya sering menangis, terlihat murung dan terlihat kurang bersemangat menjalani peran barunya sebagai seorang ibu, hal yang paling ekstrim yang pernah saya lihat adalah istri saya menangis sesenggukan sambil memegang tali ayunan bayi kami yang sedang diayun dan mengayunkannya dengan kencang sambil menangis histeris, padahal posisi bayi kami sedang tidur saat itu. Sontak saya kaget dan mencoba menenangkan serta mengamankan bayi kami.
Berdasarkan dari pengalaman tersebut, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan dan semoga menjadi pembelajaran kita bersama. Dari pengalaman istri yang mengalami Baby Blues Syndrome pasca melahirkan ada beberapa hal yang menurut kami menjadi penyebab diantaranya yaitu :
- Kurangnya persiapan fisik dan mental sebagai orang tua baru pasca melahirkan
Sebagai pasangan suami istri yang belum lama menikah dan langsung dikarunia seorang anak tentu menjadi kebahagiaan yang luar biasa bagi kami berdua. Kami yang sama-sama bekerja, terlebih istri yang sedang melaksanakan latsar CPNS pada saat mengandung anak kami tentu memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Dibalik kesibukan kami bekerja, tentu kami mencoba memberikan perawatan kehamilan terbaik bagi anak kami. Memenuhi cukupan nutrisi dan tambahan vitamin selama kehamilan serta periksa kandungan ke dokter spesialis kandungan rutin tiap bulan kami lakukan. Namun ada hal yang kami lewatkan, yaa persiapan fisik dan mental kami sebagai orang tua baru setelah istri melahirkan. Terlebih yang terjadi ialah istri saya melahirkan lebih cepat jauh dari HPL (Hari Perkiraan Lahir) diposisi istri yang masih bekerja dan cuti melahirkannya pun baru dimulai 2 hari lagi. Alhamdulillah, anak kami dilahirkan secara normal dan sehat (tidak BBLR), meskipun harus menghadapi drama induksi pada saat proses melahirkan.
Karena hal tersebut, kami merasa kurang mempersiapkan fisik dan mental kami secara baik untuk menjadi orang tua setelah anak kami terlahir, saya terlebih istri sering merasa kelelahan yang menyebabkan emosional kami tidak stabil dan ya jelas stress. Tentu merawat newborn baby butuh energi yang lebih banyak, jam tidur yang sungguh tidak cukup serta kesiapan mental yang juga seharusnya disiapkan dengan baik jauh hari sebelum anak terlahir.
- Tidak adanya kepercayaan untuk secara mandiri merawat anak
Setelah anak kami terlahir, kami memutuskan untuk tinggal bersama orang tua istri, dengan harapan sebagai orang tua baru kami mendapatkan bantuan dan pembelajaran yang baik dalam merawat bayi kami, dengan anggapan bahwa orang tua kami jelas lebih berpengalaman dalam merawat bayi. Namun justru nyatanya, jelas segala urusan merawat bayi orang tua kami yang melakukan. Mulai dari memandikan, mengganti popok, mamakaikan baju, menenangkan si bayi pada saat rewel semuanya dilakukan orang tua kami, bayi kami hanya diberikan pada ibunya pada saat menyusu. Sehingga berawal dari sini istri saya tidak memiliki kepercayaan diri untuk secara mandiri merawat bayi kami. Sesederhana ketika istri saya mau memandikan anak kami justru mendapatkan pertanyaan “Emang udah bisa?”, pertanyaan yang biasa namun justru membuat ibu baru merasa kehilangan kepercayaan dirinya. Tekesan lebay memang, namun dengan emosional ibu pasca melahirkan yang tidak stabil, justru hal ini membuat kemungkinan Baby Blues Syndrome lebih mudah terjadi.
- Komentar negatif dari orang tua dan keluarga
Jelas, mitos merupakan musuh terbesar bagi kami sebagai orang tua baru dengan orang tua kami yang jelas sangat kental percaya dengan banyak mitos. Bayi gak boleh inilah, bayi gak boleh itulah, harus pakai inilah, harus pakai itulah, biar gak ini, biar gak itu, yang jelas kebanyakan mitos tersebut tidak terbukti secara ilmiah. Salah satu hal yang berkaitan dengan mitos yang sampai membuat istri menangis sedih ialah pada saat bayi kami sering kali “ngulet”, secara ilmiah yang kami pahami bahwa hal ini wajar bayi ngulet karena sedang meregangkan otot-ototnya karena menyesuaikan kondisi baru diluar rahim ibunya. Namun tidak dengan orang tua dan keluarga kami yang dikaitkan bahwa bayi ngulet karena baju yang dicuci terlalu kencang diperas, apakah masuk akal? Tentu logika kamu tidak sampai kesitu. Termasuk dalam hal bayi dibedong dan memakai kain gurita, kami tegas bahwa hal itu tidak baik bagi tumbuh kembang bayi, namun tidak dengan orang tua kami yang beranggapan bahwa bayi yang tidak pakai kain gurita dan tidak dibedong akan beginilah akan begitulah, dan banyak hal lain yang dikaitkan dengan mitos dan pengalaman masa lalu orang tua kami. Hal ini justru membuat saya dan terlebih istri saya menjadi stress karena banyaknya konflik perbedaan kepercayaan antara kami dan orang tua. Dan jelas tentu memperparah Baby Blues Syndrome yang istri alami.
Itulah yang menurut kami menjadi beberapa penyebab terjadinya Baby Blues Syndrome pasca melahirkan. Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai seorang suami untuk membantu istri melewati Baby Blues Syndrome yang sedang dialami pasca melahirkan. Ya tentu dengan menjadi Suami SIAGA yang saya lakukan yaitu:
- S (Selalu dengarkan dengan baik apapun cerita istri)
Sehabis pulang kerja, saya selalu menanyakan apa yang sedang istri rasakan? Apa yang dilaluinya selama ditinggal suaminya bekerja? Saya biarkan istri saya mengeluarkan segala keluh kesah atau uneg-uneg yang ia rasakan, saya biarkan istri saya melepas semua emosi negatif yang ia pendam selagi saya pergi bekerja. Saya dengarkan dengan baik, dan jelas bahwa pada dasarnya istri saya hanya ingin didengarkan keluh kesahnya, tanpa ada komentar apapun, tanpa ada justifikasi apapun. Cukup didengarkan dan diberikan semangat. Ya mereka hanya ingin emosi mereka tersalurkan lewat cerita bebas dengan suaminya, sehingga emosi negatif yang istri rasakan berangsur menghilang.
- I (Ikut merawat bayi)
Sebagai seorang suami dan Ayah tentu saya harus ikut andil dalam merawat anak kami, saya bantu untuk membersihkan bayi ketika buang air besar, mengganti popoknya dan memakaikan pakaiannya, menggendong bayi, menyendawakan bayi setelah menyusu, bergantian tidur malam dengan istri untuk menjaga anak kami dan membiarkan istri untuk sebisa mungkin memiliki waktu istirahat agar memiliki energi yang cukup untuk merawat bayi kami.
- A (Afirmasi positif pada istri)
Untuk meningkatkan kepercayaan diri istri bahwa ia pasti bisa merawat anak kami, saya selalu memberikan afirmasi positif pada istri, memberikan pujian yang baik seperti “Kamu ibu yang hebat loh”, “yakin deh sayang pasti bisa merawat anak kita”, “tuh kan anaknya pinter kalau lagi sama mamanya”. Dan yang saya rasakan istri kembali percaya diri untuk dapat merawat anak kami setelah mendapatkan afirmasi positif dari suaminya. Saya usahakan juga untuk memberikan pengertian kepada orang tua dan keluarga untuk juga memberikan afirmasi dan dukungan yang positif pada istri.
- G (Gabung dengan Komunitas Suportif)
Saya ajak istri saya untuk bertemu istri dari sahabat saya yang lebih dulu telah memiliki anak, sehingga mereka bisa berbagi pengalaman baik dan saling memberikan dukungan yang positif. Saya juga ajak istri saya untuk gabung ke grup WhatsApp ibu-ibu baru yang menjadi orang tua, sehingga bisa saling berbagi dan memberikan dukungan serta meningkatkan kepercayaan diri bahwa ia mampu merawat anak kami secara baik. Saya juga ajak istri untuk ikut kelas webinar online terkait bagaimana mengatasi Baby Blues Syndrome pasca melahirkan, dan Alhamdulillah ini menjadi cara yang baik istri semakin cepat terlepas dari ancaman Baby Blues Syndrome berkepanjangan.
- A (Ajak Tenaga Profesional)
Sebagai seorang suami saya bahkan meminta seorang bidan untuk datang ke rumah dan secara langsung memberikan penjelasan kepada orang tua kami terkait mitos-mitos yang mereka percaya namun tidak terbukti kebenarannya. Saya meminta Bu bidan untuk menjelasakan secara baik kenapa bayi tidak boleh dibedong terlalu lama karena bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangannya, terkait bayi yang tidak boleh memakai kain gurita karena dapat mengganggu pernafasan bayi, dan menjelaskan bahwa normal bayi ngulet karena ototnya sedang relaksasi dan merupakan proses normal pertumbuhan bayi, serta saya jug meminta Bu bidan mematahkan mitos-mitos lainnya dan memberikan penjelasan ilmiah sebaik dan sesederhana mungkin agar orang tua kami mengerti.
Dan ternyata ini menjadi cara yang baik untuk orang tua kami mendapatkan pemahaman karena disampaikan langsung oleh Bu bidan yang merupakan tenaga professional. Sehingga akhirnya kami dan orang tua kami memiliki kesepemahaman yang sama terkait bagaimana perawatan bayi, yang tentu hal ini membuat istri saya menjadi lebih nyaman untuk merawat bayi kami dan terbebas dari Baby Blues Syndrome.
Dan terakhir saya juga memberikan keyakinan kepada istri saya jika memang membutuhkan konseling dengan Psikolog atau Psikiater saya sebagai suami siap mengnatar dan menemani. Tapi Alhamdulillah… istri saya bisa membaik dari Baby Blues Syndrome yang dialaminya.
Demikianlah tulisan bagaimana pengalaman saya untuk mencoba menjadi suami SIAGA ketika Baby Blues Syndrome melanda istri saya. Semoga bermanfaat.
Profil Penulis
Akhmad Rapiudin, S.K.M
PKB Ahli Pertama, Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat
___
Tulisan ini merupakan artikel terpilih dalam Ajakan Menulis Artikel Orang Tua Hebat dengan tema “Yuk Kenali dan Cegah Baby Blues
” yang diselenggarakan oleh Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN (2024).
Menjadi inspirasi