KENALI POLA ASUH AUTHORITATIVE UNTUK MENGGALI POTENSI PADA ANAK SEDINI MUNGKIN

Pola asuh adalah konsep strategi yang diterapkan orang tua untuk membesarkan anaknya (Vijila, Jose Thomas & Ponussamy, 2013). Pola asuh bisa digunakan orang tua untuk mendidik anaknya sebagai manifestasi dari bentuk tanggung jawabnya terhadap anak (Thohoa, 2004).

Berdasarkan penjabaran diatas kesimpulan dari pola asuh adalah salah satu cara dan upaya orang tua dalam membesarkan anaknya dari kecil hingga mereka dewasa dan mendidiknya agar mereka kompeten dan mampu bersaing didalam lingkungannya. Para orang tua sering menerapkan pola asuh authoritarian, authoritative, dan permissive menurut Buamrind (Santrock, 2007). Setiap pola asuh memiliki kelebihan dan kekuranganya masing-masing.

Pemberian pola asuh yang berbeda dapat membentuk sifat karakteristik anak berbeda dari anak-anak termasuk perilaku di sekolah (Koninie & Alfred, 2013). Penerapan pola asuh dirumah dapat terdampak pada perilaku mereka saat berinteraksi dengan lingkungannya, perilaku yang dilakukan anak bisa berperilaku positif atau negatif. Masing-masing perilaku yang ditunjukan anak berbeda-beda karena berasal dari keluarga yang berbeda pula.

Pola asuh authoritative dibandingkan pola asuh lain memiliki hasil yang lebih baik. Ren dan Edwards (2015) menyatakan pola asuh authoritative dapat membangun kompetensi social anak. Mendukung pernyataan Ren dan Edwards tersebut (Jabagrchourian, Shorkhabi, Quanch, dan Strage, 2014) menjelaskan bahwa pola asuh authoritative mempunyai ikatan yang positif dan berarti, kompetensi social, sudut pandang positif, pengontrolan diri dan berkurangnya Tindakan kurang baik pada anak-anak.

Pola Asuh Authoritative Pola asuh authoritative yaitu orang tua membangun kepribadian anaknya dengan memprioritaskan kepentingan anak secara logis (Tridhonanto, 2014). Artinya pola asuh authoritative lebih mengutamakan pemikiran anak sebagai upaya dalam membentuk kepribadiannya. Baumrind (Santrock, 2002) mengatakan anak dengan orang tua authoritative menunjukkan sikap ceria, mampu mengontrol emosi, mandiri, dan berprestasi. Anak bersikap santun dalam menjalin pertemanan, mampu bekerja sama dengan orang lain, dapat mengendalikan stres secara positif. Papalia dan Feldman (Sutejo, 2018) pola asuh authoritative lebih mengutamakan anak tetapi tetap pada peraturan sosial yang ada. Berdasarkan uraian diatas maka disimpulkan pola asuh authoritative yaitu pola asuh yang mengutamakan kepentingan anak, selalu mengajaknya terlibat dalam kegiatan keluarga sehingga diharapkan anak memiliki kepribadian yang baik dan dapat berinteraksi secara positif kepada semua orang dapat mengatasi tekanan, memiliki cita-cita dapat berprestasi, dan berkomunikasi kepada teman atau orang dewasa dengan baik, serta bertambah kreatif dan inovatif. Memperkuat pernyataan Lidyasari, hasil penelitian (Konnie & Alfred, 2013) mengatakan bahwa pola asuh authoritative berdasarkan penalaran, pemahaman, konsensus, dan kepercayaan menghasilkan perilaku prososial. Pada hasil penelitian lain (Vijila, Jose & Jose, 2013) menyatakan pola asuh authoritative diberikan orang tua untuk anak-anak tersebut memiliki penyesuaian terbaik terutama dalam hal kompetensi sosial, karena orang tua berupaya menyeimbangkan kehendak yang tinggi dengan respons emosional dan menghormati otonomi anak-anak mereka. Berdasarkan uraian diatas kesimpulan manfaat pola asuh authoritative adalah anak menjadi percaya diri, kreatif, bisa mengatur diri sendiri, bisa bersosialisasi baik dengan orang-orang dilingkungannya, memiliki perilaku prososial serta memiliki perilaku kompetensi sosial.

Gambar 1.2 Ilustrasi gambar pola asuh authoritative

Aspek-aspek Pola Asuh Authoritative ini menggunakan aspek pola asuh authoritative yang mengadaptasi kuesioner yang bernama The Parenting Styles and Demensions Questionnaire – Short Version (PSDQ-short Version). Kuesioner ini dipublikasikan oleh Robinson (2001) yang berjumlah 3 aspek dimensi, yaitu hubungan (kehangatan dan dukungan), peraturan (pertimbangan/penalaran) dan jaminan otonomi (partisipasi demokratis). Aspek hubungan yaitu yang melibatkan keramahan atau kehangatan dan dukungan dalam sebuah hubungan anak dan orang tua. Aspek peraturan yaitu orang tua memberikan alasan dan menjelaskan tentang peraturan ataupun perbuatan yang harus di patuhi dan membantu menjelaskan tentang perasaan yang dirasakan oleh anak. Aspek jaminan otonomi yaitu orang tua berperan secara demokratis kepada anaknya.

Potensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseoarng dan mempunyai kemungkinan dapat dikembangkan dan menjadi aktual. Purwanto (2006:18) mengatakan potensi adalah “seluruh kemungkinan-kemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan yang terdapat pada suatu individu dan selama masa perkembangannya benar-benar dapat diwujudkan (direalisasikan)”. Potensi diri merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh seseorang yang masih terpendam dan mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan jika didukung dengan peran serta lingkungan, latihan dan sarana yang memadai, (Masni, 2017:58-74). 

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa potensi dapat dirumuskan dari keseluruhan kemampuan yang ada dalam diri anak, yang memungkinkan dapat berkembang dan diwujudkan dalam bentuk kenyataan. Antara anak yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki potensi yang sama. Seorang lebih tajam pikirannya, atau lebih halus perasaan, atau lebih kuat kemauan atau lebih tegap, kuat badannya daripada yang lain. Pengembangan potensi pada anak merupakan upaya yang sangat penting dalam pendidikan, bahkan menjadi esensi dari usaha pendidikan, (Nurhasanah, Endang & Lestari, 2016:12). Untuk mengembangkan potensi pada anak perlu mengetahui dan memahami terlebih dahulu potensi apa saja yang melekat pada dirinya. Anak belum sepenuhnya mengembangkan dan menggunakan potensi yang ada pada dirinya. Hal ini terjadi dikarenakan mereka belum atau bahkan tidak mengenal potensi dirinya dan hambatan-hambatan dalam pengembangan potensi diri tersebut. Untuk memberikan pemahaman dan mengembangkan potensi pada anak, perlu adanya bantuan yang tepat.

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1.3 Ilustrasi Pengembangan Potensi pada Anak

Pada uraian diatas adanya korelasi pola asuh authoritative untuk dapat menggali perkembangan potensi pada anak, karena seperti yang kita ketahui pola asuh authoritative yaitu yang melibatkan keramahan atau kehangatan serta adanya dukungan dalam sebuah hubungan anak dan orang tua, dipercaya mampu memberikan rasa keterbukaan anak tentang minat dan bakat yang dimiliki oleh anak yang dapat dimanfaatkan oleh orang tua untuk mampu mendukung perkembangan potensi pada anak sesuai bidang minat dan bakatnya.

Pada pengasuhan ini perlu adanya dukungan dan peran aktif dari semua pihak baik keluarga besar termasuk kakek dan nenek, hingga lingkungan sosial sekitar seperti BKB, BKR dan PAUD, agar pola asuh authoritative mendapatkan hasil yang maksimal. Jika semua pihak telah berkontribusi aktif dalam pola pengasuhan ini diharapkan anak mampu lebih mengekspresikan bakat dan potensi yang dimilikinya, serta tugas keluarga dan lingkungan mengarahkan anak pada potensi yang dimiliki demi menyongsong masa depan yang lebih baik.  

 

Referensi

Konnie, M.M & Alfred, K. (2013). Influence of Parenting Styles on the Social Development of Children. Academic Journal of Interdisciplinary Studies.Vol 2 No 3. Doi:10.5901/ajis.2013.v2n3p123

Jabagchourian , J.J., Sorkhabi, N., Quach, W & Strage, A. (2014). Parenting Styles and Practice of Latino Parents and Latino Fifth Graders’ Academic, Cognitive, Social, and Behavioral Outcomes. Hispanic Journal of Behavioral Sciences, 36(2), 175-194

Nurhasanah, N., Endang, B., & Lestari, S. 2016. Analisis Layanan Bimbingan dan Konseling Tentang Potensi Diri pada Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 6 Pontianak. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 6 (12).

Masni, H. (2017). Peran Pola Asuh Demokratis Orangtua terhadap Pengembangan Potensi Diri dan Kreativitas Siswa. Jurnal Ilmiah Dikdaya, 6(1), 58-74.

Purwanto, Ngalim. (2006). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ren, L. & Edwards, C.P. (2015). Pathways of Influence Chinese Parents’ Expectation, Parenting Styles, and Child Social Competence. Early Child Development and Care, 185(4), 614- 630.

Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5. Volume 1. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. (2007). Psikologi Pendidikan (Edisi Kedua). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sutejo, Stephina Valencia H. (2018). Hubungan Antara Pola Asuh Otoritatif Orang Tua dengan Kompetensi Sosial Pada Anak Usia 9 sampai 11 Tahun. Universitas Sanata Darma Yogyakarta.

Thoha, M. (2004). Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Tridhonanto, A dan Beranda Agency. (2014). Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Vijila, Y., Thomas, J., & Ponnusamy, A. (2017). Relationship between Parenting Styles and Adolescent Social Competence. IOSR Journal of Humanities And Social Science, 17(3), 34-36, https://doi.org/10.9790/0837- 1733436

 

 

Profil Penulis

NURUL FADMA ISNAINI, S.Pd

Penyuluh Keluarga Berencana Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT

___

Tulisan ini merupakan artikel terpilih dalam Ajakan Menulis Artikel Orang Tua Hebat dengan tema “Happy Parenting for Happy Children” yang diselenggarakan oleh  Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN (2023).

Bagaimana Reaksi anda Tentang Konten Ini?
+1
4
+1
0
+1
0
Facebook
WhatsApp
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Newsletter Subscribe

Dapatkan Update Terbaru Kami Melalui Email

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x